Minggu, 08 Mei 2016

Contoh Kasus Perlindungan Konsumen

Diposting oleh Siva Mardiyahsari di 09.27 0 komentar


            Kasus Obat Bius Tertukar, Pelanggaran Serius


Suara.com - Kasus meninggalnya dua pasien Rumah Sakit Siloam Lippo Karawaci usai diberi injeksi obat bius Buvanest Spinal buatan PT. Kalbe Farma, yang diduga isinya tertukar dengan asam tranexamat -- obat pengental darah, mendapat tanggapan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Anggota pengurus harian YLKI Divisi Penelitian, Ilyani S. Andang menilai, kasus ini harus dijadikan momentum untuk melakukan audit secara berkala terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit agar tidak muncul kasus serupa di tempat lain.

"Jangan sampai nunggu kasus terulang lagi. Perlu dilakukan audit sistem pelayanan kesehatan termasuk bagaimana rumah sakit mengecek sampling obat yang mereka pakai," ujarnya kepada suara.com, Jumat (20/2/2015).

Ilyani mengatakan bahwa kasus tertukarnya kandungan isi obat hingga menghilangkan nyawa dua pasien merupakan pelanggaran yang serius. Menurutnya, PT Kalbe Farma selaku industri farmasi yang memproduksi obat anestesi itu harus bertanggung jawab, bukan sekadar menarik peredaran obat tersebut di pasaran. Begitu juga dengan Rumah Sakit Siloam yang menangani langsung dua pasien tersebut.

"Kita menunggu hasil investigasi akhir, tanggung jawab pertama jelas dari produsen obatnya, kemudian rumah sakit, dan pemerintah sebagai otoritas pengawas keamanan obat," imbuhnya.

Jika memang PT Kalbe Farma terbukti bersalah, Ilyani mengatakan bahwa mereka bisa dijerat UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999. Sedangkan RS Siloam bisa dijerat UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

"Jika terbukti melanggar, Kalbe Farma bisa dijerat UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukumannya pidana kurungan maksimal 5 tahun dan pidana dengan denda maksimal 2 Miliar rupiah," bebernya.

Tak hanya fokus pada tertukarnya isi obat, pihak berwenang yang melakukan investigasi juga harus melihat dari sisi jaminan keamanan pelayanan kesehatan, kefarmasian dan penyelenggaraan rumah sakit. Sebagai produsen obat, menurut Ilyani, PT Kalbe Farma wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada keluarga korban.

"Tuntutan kompensasi harus diberikan kepada pasien baik materiil maupun imateriil yang dikonversikan ke nilai materiil," jelasnya.

Sebelumnya, Dirjen BUK Kemenkes, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU (K) dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Rabu (18/2/2015) mengatakan bahwa hasil investigasi sejauh ini belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran SOP yang dilakukan RS Siloam.

“Sampai saat ini kita belum menemukan pelanggaran SOP yang dilakukan pihak rumah sakit. Pemberian dosis juga sudah sesuai prosedur. Untuk penyimpanan obat pada suhu tertentu kita juga lihat dan ternyata betul," imbuhnya.

Prof. Akmal menegaskan bahwa pemeriksaan secara menyeluruh tetap dilakukan untuk melihat indikasi pelanggaran SOP yang dilakukan RS Siloam.

"Secara garis besar kita belum temukan kelalaian. Jadi nggak perlu khawatir, kalau ada kelalaian maka akan ada tindak lanjut yang kita berikan. Kita harus adakan recheck untuk memastikan apakah prosedur tersebut benar-benar dilakukan," tandasnya.

Lebih lanjut Prof. Akmal menegaskan, hingga kini hasil investigasi sementara menyebut bahwa meninggalnya dua pasien di RS Siloam usai diberi obat anestesi Buvanest Spinal, karena isinya tertukar dengan asam tranexamat yakni obat yang digunakan untuk mengurangi perdarahan.

Analisis            :

Kasus tertukarnya kandungan isi obat hingga menghilangkan nyawa dua pasien merupakan pelanggaran yang serius. kasus ini harus dijadikan momentum untuk melakukan audit secara berkala terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit agar tidak muncul kasus serupa di tempat lain. PT Kalbe Farma selaku industri farmasi yang memproduksi obat anestesi itu harus bertanggung jawab, bukan sekadar menarik peredaran obat tersebut di pasaran. Begitu juga dengan Rumah Sakit Siloam yang menangani langsung dua pasien tersebut. Jika memang PT Kalbe Farma terbukti bersalah, PT.Kalbe bisa dijerat UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999. Sedangkan RS Siloam bisa dijerat UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


Sumber :
http://www.suara.com/news/2015/02/20/175221/ylki-kasus-obat-bius-tertukar-perlu-audit-berkala-di-pelayanan

Hak Cipta, Paten, Merek Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Varietas Tanaman

Diposting oleh Siva Mardiyahsari di 09.19 0 komentar
1.      Hak Cipta
a.      Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak tersebut di atas.
c.       Dasar Perlindungan Hak Cipta
Undang-undang Hak Cipta (UUHC) pertama kali diatur dalam undang-undang No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Kemudian diubah dengan undang-undang No.7 Tahun 1987. Pada tahun 1997 diubah lagi dengan undang-undang No.12 Tahun 1997. Di tahun 2002, UUHC kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.19 Tahun 2002. Beberapa peraturan pelaksanaan di bidang hak cipta adalah sebagai berikut:
·         Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
·         Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan,   Ilmu   Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan;
·         Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang   Persetujuan  Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya Rekaman   Suara  antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
·         Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;
·         Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Pesetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Australia;
·         Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Inggris;
·         Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997  tentang   Pengesahan   Berne Convention  For The  Protection  Of Literary and Artistic Works;
·         Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997  tentang   Pengesahan  WIPO Copyrights Treaty;
·         Keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2004  tentang   Pengesahan  WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT);
·         Peraturan   Menteri   Kehakiman   RI No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan;
·         Keputusan   Menteri  Kehakiman   RI No.M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta;
·         Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
·         Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
d.      Pengalihan Hak Cipta
Hak cipta dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
    pewarisan;
    hibah;
    wasiat;
    perjanjian tertulis; atau
    sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

e.      Jangka Waktu Perlindungan Suatu Ciptaan
ΓΌ   Hak cipta atas ciptaan (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 UU HC)
o   Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
o   Drama atau drama musikal, tari, koreografi;
o   Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni patung dan seni Pahat;
o   Seni batik;
o   Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
o   Arsitektur;
o   Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lain;
o   Alat peraga;
o   Peta;
o   Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai;
berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki 2 (dua) orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
ΓΌ  Hak cipta atas ciptaan (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 UU HC)
o   Program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan;
o   Perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan;
ΓΌ  Apabila suatu ciptaan dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
ΓΌ  Hak cipta yang dimiliki/dipegang oleh negara berdasarkan:
o   Pasal 10 ayat (2) UUHC berlaku tanpa batas waktu;
o   Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) UUHC berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.

2.      Hak Paten
a.      Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
b.      Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
Keterangan :
§  Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses
§  Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
c.       Pengalihan Paten
Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
o   Pewarisan;
o   Hibah;
o   Wasiat;
o   Perjanjian tertulis; atau
o   Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
d.      Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur tentang Paten
·         Undang-undang  No.14  Tahun  2001 tentang Paten (UUP);
·         Undang-undang   No.7  Tahun   1994 tentang Agreement  Establishing  the Word Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
·         Keputusan persiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the protection of Industrial Property;
·         Peraturan Pemerintah No.34  Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah Paten;
·         Peraturan  Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten;
·         Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
·         Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan pengumuman paten;
·         Keputusan Menkeh No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu, dan Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
·         Keputusan Menkeh No.M.06.- HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Pengajuan Permintaan Paten;
·         Keputusan Menkeh No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Syarat-syarat  Permintaan Pemeriksaan Substantif Paten;
·         Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan Permintaan Salinan Dokumen Paten;
·         Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi Banding Paten;
·         Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pengajuan Permintaan Banding Paten
e.      Jangka Waktu Perlindungan Paten
Paten (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001) diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Paten Sederhana (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001) diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.


3.      Merek Dagang
a.      Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
b.      Dasar Perlindungan Merek
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM).
c.       Pengalihan Merek
Merek terdaftar atau dialihkan dengan cara:
1.      Perwarisan;
2.      Wasiat;
3.      Hibah;
4.      Perjanjian;
5.      Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
d.      Jangka Waktu Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surat sejak tanggal penerimaan permohonaan merek bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama.

4.      Rahasia Dagang
a.      Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
b.      Dasar Perlindungan Rahasia Dagang
Perlindungan atas rahasia dagang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UURD) dan mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.
c.       Pengalihan Rahasia Dagang
·         Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
o   pewarisan;
o   hibah;
o   wasiat;
o   perjanjian tertulis; atau
o   sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
·         Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai  dengan  dokumen tentang pengalihan hak.
·         Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  wajib dicatatkan  pada  Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
·         Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
·         Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Rahasia Dagang.
d.      Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya infomasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh phak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.

5.      Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
a.      Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut
b.      Dasar Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
c.       Pengalihan Hak
·         Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan:
o    pewarisan;
o    hibah;
o    wasiat;
o    perjanjian tertulis; atau
o    sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan;
·         Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
·         Segala bentuk pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya  sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
·         Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak sirkuit Terpadu tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
·         Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu maupun dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
d.      Jangka Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
·         Perlindungan terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada Pemegang  Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun, atau sejak Tanggal Penerimaan.
·         Dalam hal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu  telah  dieksploitasi  secara komersial, Permohonan harus diajukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi.
·         Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan selama 10 (sepuluh) tahun.
·         Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

6.      Varietas Tanaman
a.      Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) atau hak pemulia tanaman adalah hak kekayaan intelektual yang diberikan kepada pihak pemulia tanaman atau pemegang PVT untuk memegang kendali secara eksklusif terhadap bahan perbanyakan (mencakup benih, stek, anakan, atau jaringan biakan) dan material yang dipanen (bunga potong, buah, potongan daun) dari suatu varietas tanaman baru untuk digunakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b.      Dasar Hukum Varietas Tanaman
Undang-undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
c.       Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
·         Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena :
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
·         Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.
·         Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
·         Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
·         Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.
d.      Jangka Waktu Perlindungan Varietas Tanaman
Jangka waktu perlindungan PVT adalah 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
Sumber:
http://e-tutorial.dgip.go.id/
http://119.252.161.174/?p=174
http://119.252.161.174/?p=195
http://119.252.161.174/?p=252
http://119.252.161.174/?p=257
http://119.252.161.174/?p=270
http://119.252.161.174/?p=681
http://119.252.161.174/?p=688
http://119.252.161.174/?p=303
http://119.252.161.174/?p=323
http://119.252.161.174/invensi/
http://119.252.161.174/inventor-dan-pemegang-paten/
http://119.252.161.174/?p=321
http://119.252.161.174/?p=335
http://119.252.161.174/?p=394
http://119.252.161.174/?p=396
http://119.252.161.174/?p=415
http://119.252.161.174/?p=547
http://119.252.161.174/?p=555
http://119.252.161.174/?p=553
http://119.252.161.174/?p=669
http://www.patenindonesia.co.id/tentang-kami/perlindungan-varietas-tanaman/
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_29_00.htm
https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_Varietas_Tanaman#Pengalihan_Hak_Perlindungan_Varietas_Tanaman
 

Siva Mardiyahsari Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea